Rational Emotive Behavioral Theraphy

A. Sejarah Perkembangan

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu pendekatan dalam konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Albert Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Rational Emotive Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive Behavior Therapy.

Pada tahun 1947 Ellis memperoleh gelar Doktor kehormatan di Columbia dan pada saat itu dia meyakini bahwa psikoanalisis merupakan bentuk terapi yang sangat mendalam dan sangat efektif. Seperti halnya dengan para psikolog di saat itu, dia sangat tertarik dengan teori Sigmund Freud. Kemudian lama kelamaan kesetiannya kepada psikoanalisis memudar. Dalam formasi awalnya, Ellis menekankan terapi rasional, yaitu unsur kognitif dari perilaku manusia, asumsi ini sangat bertentangan dengan asumsi yang popular pada pertengahan tahun 1950-an. Kemudian pendekatannya itu diperluas dengan memasukkan unsur perilaku disamping unsur kognitif. Modifikasi selanjutnya Rational Emotive Behavior Therapy ini mencakup teknik-teknik konseling perilaku seperti relaksasi, metode khayal, latihan menyerang perasaan malu.

Image titled Be Intelligent Step 10

Dengan demikian, Rational Emotive Behavior Therapy ini dapat dipandang sebagai model terapi perilaku yang berorientasi kognitif. Pendekatan ini telah mengalami evolusi sedemikian rupa, yang pada akhirnya menjelma menjadi pendekatan yang komprehensif dan ekletik (menggabungkan beberapa metode) yang menekankan unsur-unsur berpikir, menimbang, memutuskan dan melakukan. Rational Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif. Pendekatan ini merupakan salah satu bentuk konseling aktif-direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran (teaching) dengan mempertahankan dimensi pikiran daripada perasaan. Perkembangan dan modifikasi selalu terjadi, semula Ellis menekankan unsur rasional-kognitif, kemudian diperluas dengan memasukkan unsur perilaku.

Rational Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif-sejajar dengan konseling realitas yang dikembangkan oleh Glesser-dengan beberapa ciri menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi sekarang dan berfikir yang lebih rasional serta menekankan pada segi aksi konseli. Dari situlah maka Rational Emotive Behavior Therapy tak ubahnya merupakan proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus tampak pada perbuatan atau perilaku konseli.

B. Tujuan

Tujuan utama REBT berfokus pada membantu konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup rasional dan produktif. REBT membatu konseli agar berhenti membuat tuntutan dan merasa kesal melalui kekacauan, konseli dalam REBT dapat mrngekspresikan beberapa perasaan negatif, tetapi tujuan utamanya adalah membantu klien agar tidak memberikan tanggapan emosional melebihi yang selayaknya tehadap sesuatu peristiwa.

REBT juga mendorong konseli untuk lebih toleran terhadap diri sendiri dan oranglain, serta mengajak mereka untuk mencapai tujuan pribadi. Tujuan tersebut dicapai dengan mengajak orang berfikir rasional untuk mengubah tingkah laku menghancurkan diri dan dengan membantunya mempelajari cara bertindak yang baru.

C. Struktur Kepribadian

Struktur kepribadian Pandangan pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Menurut Ellis (2002) ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event atau Adversities (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

  1. Antecedent event (A), segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
  2. Belief (B), keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi prod Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
  3. Emotional consequence (C), merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

Menurut Dryden & Branch (2008) antecedent event (A) biasanya aspek situasi individu yang berpotensi mampu memicu keyakinannya (B). Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

Menurut Dryden & Branch (2008) perbedaan utama antara pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy dan lainnya untuk terapi kognitif-perilaku adalah dalam penekanannya pada belief (B). Dalam Rational Emotif Behavior Therapy, belief (kepercayaan) adalah inti dari emosi dan perilaku individu. Keyakinan tersebut adalah satu-satunya kognisi yang merupakan B dalam teori ABC di Rational Emotif Behavior Therapy. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.

Menurut Dryden & Branch (2008: 8) keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief). Keyakinan yang rasional memiliki karakteristik a) fleksibel atau non-ekstrim, b) konsisten dengan kenyataan, c) logis, d) sebagian besar fungsional dalam emosional, konsekuensi perilaku dan kognitif, dan e) Sebagian besar membantu individu dalam mengejar tujuan dasar dan tujuan. Keyakinan yang tidak rasional memiliki karakteristik a) kaku atau ekstrim, b) tidak konsisten dengan kenyataan, c) tidak masuk akal, d) sebagian besar disfungsional dalam emosional, konsekuensi perilaku dan kognitif, dan e) sebagian besar merugikan individu dalam mengejar tujuan dasar.

Menurut Dryden & Branch (2008) emotional and behavioral consequence (C) merupakan konsekuensi dari akibat antecendent event (A). Konsekuensi ini bisa berupa emosi, perilaku dan pemikiran. Konsekuensi ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang keyakinan rasional maupun keyakinan irasional.

Menurut Corey (2009) disputing (D) merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk menentang pikiran yang cenderung mengalahkan diri sendiri dan kepercayaan-kepercayaan irasional yang dimiliki individu. Terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu sebagai berikut:

  1. Detecting irrational beliefs : Konselor menemukan keyakinan konseli yang irasional dan membantu konseli untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
  2. Debating irrational beliefs : Konseli berdebat dengan kepercayaan disfungsionalnya dengan belajar bagaimana berpikir secara logis dan empiris. Selain itu juga dengan cara belajar bagaimana berargumen dengan kuat dan bertindak sesuai dengan kepercayaannya.
  3. Discriminating irrational beliefs : Kemudian yang terakhir adalah konseli belajar membedakan kepercayaan irasional (self-defeating) dan kepercayaan rasional (self-helping).

Menurut Corey (2009) hasil akhir dari proses A-B-C-D berupa Effect (E). Effect (E) adalah satu filosofi efektif yang memiliki sisi praktis. Suatu sistem keyakinan yang baru dan efektif terdiri dari penggantian pemikiran yang tidak sehat dengan pemikiran yang sehat. Jika berhasil melakukan hal tersebut maka akan timbul new feeling (F) yaitu satu perangkat perasaan yang baru.

Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2006) membagi empat tipe berpikir rasional dan irrasional adalah sebagai berikut:

Rational Beliefs Irrational Beliefs
Flexible preferences (saya ingin diakui, tetapi saya tidak terlalu menginginkan) Rigid demands (saya harus diakui).
Anti-awfulizing beliefs (ini buruk untuk tidak diakui, tetapi ini bukanlah akhir dari dunia) Awfulizing beliefs (jika saya tidak diakui, ini adalah akhir dari dunia)
High frustration tolerance beliefs (ini sulit untuk menghadapi bahwa saya tidak diakui, tetapi saya dapat menoleransinya) Low frustration tolerance beliefs (saya tidak dapat menoleransi bahwa saya tidak diakui).
Acceptance beliefs

contohnya self-acceptance: saya menerima diri saya jika saya tidak diakui ;other-acceptance: saya dapat menerima anda jika anda tidak mengakui saya ; life-acceptance: hidup adalah perpaduan kebaikan, keburukan, dan kejadian netral.

Depreciation beliefs

contohnya self-depreciation: saya tidak berharga jika saya tidak diakui ;other-depreciation: anda mengerika jika tidak mengakui saya ; life-depreciation: hidup semuanya buruk jika saya tidak diakui).

D. Pribadi sehat dan bermasalah

Pribadi bermasalah

Ellis & Dryden (1997) menyatakan pribadi bermasalah adalah sebagai berikut:

  1. All-or-none thinking: “Jika saya gagal dalam beberapa tugas penting, saya mengalami kegagalan total.”
  2. Jumping to conclusions and negative non sequiturs: ”Sejak mereka melihat saya muram, mereka akan melihat saya sebagai ulat yang tidak kompeten.”
  3. Fortune-telling: ”Karena mereka menertawakan kegagalan saya, mereka akan membenci saya selamanya.”
  4. Focusing on the negative: ”Karena saya tidak dapat bertahan pada hal yang salah, saya tidak dapat melihat sesuatu yang baik yang terjadi pada hidup saya.”
  5. Disqualifying the positive: ”Ketika mereka memuji saya dalam kebaikan yang telah saya lakukan, mereka hanya bersikap ramah kepada saya dan melupakannya.”
  6. Allness and neverness: “Karena kondisi kehidupan seharusnya baik dan sebetulnya buruk dan sangat tidak dapat ditoleransi, mereka akan selalu menempuh jalan ini dan saya tidak akan pernah merasa bahagia.”
  7. Minimization: “Kebaikan saya dibidik dalam permainan yang bersifat keberuntungan dan tidak penting. Tetapi keburukanku dibidik, yang mana saya secara mutlak tidak pernah dibuat.”
  8. Emotional reasoning: “Karena saya pernah tampil buruk, saya merasa seperti orang tolol, dan kekuatan perasaan saya membuktikan bahwa saya tidak ditakdirkan baik.”
  9. Labeling and overgeneralization: “Karena saya harus tidak gagal dalam pekerjaan penting dan harus selesai, saya adalah pecundang.”
  10. Personalizing: “Sejak saya bertindak jauh lebih buruk bahwa saya secara mutlak harus bertindak dan mereka menertawakan, saya yakin mereka hanya menertawakan saya, dan ini sangat mengerikan.”
  11. Phonyism: ”Ketika saya tidak melakukan sebaik yang seharusnya saya lakukan dan mereka masih memuji dan menerima saya, saya yakin itu palsu.”
  12. Perfectionism: ”Dalam menyelesaikan pekerjaan, saya harus menyelesaikannya secara sempurna.”

Pribadi sehat

Ellis & Dryden (1997) menyatakan pribadi sehat adalah sebagai berikut:

  1. Self-interest: Pribadi sehat cenderung bijaksana dan menyenangkan untuk diri mereka sendiri dan menaruh diri mereka sendiri menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain.
  2. Social interest: Manusia memilih hidup dan menikmati diri mereka sendiri dalam kelompok sosial atau komunitas. Jika mereka tidak bertindak secara moral, menyembunyikan kebenaran orang lain, dan menghasut kelompok masyarakat, hal ini tidak akan disukai. Mereka akan menciptakan dunia yang ramah yang mana mereka dapat hidup dengan nyaman dan senang.
  3. Self-direction: Pribadi yang sehat cenderung mengasumsikan tanggung jawab untuk kehidupan mereka ketika secara simultan mengutamakan kerja sama dengan yang lain. Mereka tidak membutuhkan atau menuntut banyak dukungan dari yang lain, meskipun mereka mungkin mengutamakan dan bekerja untuk ini.
  4. High frustration tolerance: Pribadi yang sehat adalah mereka yang dapat mengubah kondisi yang memuakkan pada diri mereka, menerima hal yang tidak bisa mereka lakukan, dan memiliki kebijaksanaan dalam mehamai dua perbedaan.
  5. Flexibility: Pribadi yang sehat dan matang cenderung fleksibel dalam berpikir, terbuka terhadap perubahan, dan tidak berprasangka buruk dan pluralistik dalam pandangan mereka terhadap orang lain.
  6. Acceptance of uncertainty: Pribadi yang sehat cenderung mengakui dan menerima gagasan bahwa kita tampak hidup di dunia yang penuh dengan kemungkinan dan perubahan dimana kepastian mutlak tidak bisa dipastikan dan kemungkinan tidak pernah akan terus ada.
  7. Commitment to creative pursuits: Kebanyakan manusia cenderung menjadi pribadi sehat dan senang ketika mereka secara krusial dapat berbaur dengan kelompok sosial atau komunitas dan sedikitnya satu kreasinya dapat menjadi minat perhatian dari kelompok sosial atau komunitas, seperti halnya kebanyakan manusia, bahwa mereka menganggap penting mereka bisa menjadi bagian dari struktur yang baik dari kehidupan disekitarnya.
  8. Scientific thinking: Pribadi yang sehat memiliki kecenderungan menjadi lebih objektif, realistis, dan ilmiah.
  9. Self-acceptance: Pribadi yang sehat biasanya senang hidup dan menerima diri mereka sendiri karena mereka hidup dan memiliki kapasitas untuk menikmati diri mereka sendiri.
  10. Risk-taking: Emosi pribadi yang sehat memiliki kecenderungan berani mengambil resiko dan mencoba melakukan apa yang ingin dilakukan. Mereka menganggap itu adalah kesempatan baik meskipun mungkin mereka gagal. Mereka memiliki kecenderungan menjadi petualang tetapi tidak gegabah.
  11. Long-range hedonism: Pribadi yang sehat mencari ketenangan hidup untuk saat sekarang dan masa depan, dan itu tidak didapatkan secara instan.
  12. Nonutopianism: Pribadi yang sehat menerima fakta bahwa tempat yang sempurna mungkin tidak dapat dicapai dan mereka tidak pernah suka mendapatkan segala apa yang mereka inginkan dan menghindari semua rasa sakit.
  13. Self-responsibility for own emotional disturbance: Pribadi yang sehat cenderung bertanggung jawab atas kekacauan yang mereka buat daripada bertahan dengan tuduhan dan hujatan orang lain.

E. Hakikat Konseling

Rational Emotive Behavior Therapy dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan konseli. Karakteristik proses Rational Emotive Behavior Therapy adalah sebagai berikut:

  1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan konseli dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
  2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari konseli dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
  3. Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi konseli dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut. 4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku konseli.

F. Kondisi Pengubahan

Menurut Corey (2009) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah mengajari konseli bagaimana cara memisahkan evaluasi perilaku mereka dari evaluasi diri – esensi dan totalitasnya – dan bagaimana cara menerima dengan segala kekurangannya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah mengajarkan konseli bagaimana merubah disfungsional emosi dan perilaku mereka menjadi pribadi yang sehat.

Selain itu dua tujuan terpenting Rational Emotive Behavior Therapy menurut Ellis (dalam Corey, 2009) adalah a) membantu konseli dalam proses mencapai unconditional self-acceptance dan unconditional other acceptance, dan b) melihat bagaimana kedua hal itu saling berkaitan. Sedangkan menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan self-defeating self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang bahagia.

G. Teknik-teknik Konseling Rational Emotive Behavior Therapy

Teknik-teknik konseling Menurut Corey (2009) konselor yang menggunakan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy harus menguasai berbagai macam metode dan bersifat integratif. Pendekatan ini menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :

Teknik-teknik Kognitif

  • Disputing irrational beliefs, metode kognitif dalam Rational Emotive Behavior Therapy yang paling umum adalah konseling secara aktif mempersoalkan keyakinan tidak rasional dan konselor mengajari konseli cara mengatasi tantangan ketidakrasionalanya sampai ia mampu menghilangkan dan melunturkan kata “harus” dalam dirinya.
  • Doing cognitive homework, konseli diharapkan membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut mereka, dan mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Doing cognitive homework merupakan cara melacak dimensi “keharusan” dan “sebaiknya” yang ada pada kognisi konseli. Doing cognitive homework juga bisa terdiri dari penerapan teori ABC terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli. Dengan cara yang perlahan dan yang dibagi ke dalam beberapa sesi, konseli belajar mengatasi kecemasan dan mempertanyakan pemikiran tidak rasionalnya yang mendasar.
  • Changing one’s language Rational Emotive Behavior Therapy, menyatakan bahasa yang tidak tepat adalah salah satu bentuk penyebab proses pemikiran yang terdistorsi. Konseli mempelajari bagaimana menyatakan bahasa yang tepat agar tidak terjadi pemikiran dan perilaku yang disfungsional.
  • Psychoeducational methods Program Rational Emotive Behavior Therapy dan sebagian besar konseling kognitif behavior mengenalkan memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen pendidikan. Konselor membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka dan bagaimana proses mengatasinya. Konseli lebih suka bekerja sama dengan program perlakuan jika mereka memahami pentingnya teknik yang digunakan.

Teknik-Teknik Emotif (Afektif)

Image titled Be Intelligent Step 12

  • Rational emotive imagery, dalam rational emotive imagery konseli didorong untuk membayangkan salah satu kejadian pengaktif atau kesulitan terburuk yang dapat terjadi pada dirinya. Misalnya ditolak oleh seorang wanita yang benar-benar diinginkannya. Konseli mebayangkan dengan jelas kesulitan ini sedang terjadi dan membawa sejumlah masalah ke dalam hidupnya. Setelah itu konseli didorong untuk menjalin hubungan dengan konsekuensi emosional negatif yang tidak diinginkan yang dipicu oleh kesulitan tersebut. Misalnya cemas, depresi, dan membenci diri. Konseli merasakan secara spontan apa yang dirasakannya dan tetap bertahan dengan perasaan itu dalam beberapa saat. Setelah itu konseli berusaha mengubah perasaan terganggu yang tidak sehat tersebut dengan konsekuensi perasaan negatif yang sehat. Misalnya sedih, kecewa, menyesal dan tidak senang. Cara melakukannya adalah dengan mengatakan keyakinan rasionalnya yang masuk akal kepada dirinya dengan kuat dan berulang-ulang. Misalnya, “Ya dia memang belum bisa menerima saya dan itu sangat menyakitkan bagi saya. Dia belum bisa menerima saya mungkin karena dia belum mengenal saya”. Konseli seharusnya tetap dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa mengubah perasaan negatif tidak sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
  • Using humor Penggunaan humor dapat membantu mengurangi keyakinan-keyakinan irasional dan perilaku self-defeating. Rational Emotive Behavior Therapy menyatakan bahwa gangguan emosi sering disebabkan oleh terlalu seriusnya seseorang menanggapi sesuatu. Humor bisa sangat berharga untuk membantu konseli lebih santai dan tidak menganggap terlalu serius masalah hidup.
  • Role playing Terdapat komponen emosi dan perilaku dalam teknik bermain peran. Konselor sering menginterupsi untuk menunjukkan pada konseli bahwa apa yang mereka katakan sendiri pada konseli untuk mengubah perasaan yang tidak sehat menjadi perasaan yang lebih sehat. Fokusnya adalah pada keyakinan yang tidak rasional yang berhubungan dengan perasaan yang tidak menyenangkan diubah menjadi keyakinan yang lebih rasional.
  • Shame-attacking exercises Ellis mengembangkan latihan untuk membantu orang mengurangi perasaan malu dalam melakukan sesuatu. Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak rasa malu dengan berkata pada diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan jika seseorang menganggap kita bodoh. Tujuan utama latihan ini yang secara khusus melibatkan komponen emosi dan perilaku, konseli bekerja agar tidak malu ketika orang lain tidak sependapat dengan konseli. Latihan ini ditujukan untuk meningkatkan penerimaan diri dan tanggung jawab serta membantu konseli memamndang bahwa sebagaian besar perasaan mereka tentang rasa malu berkaitan dengan cara mereka mengenali kenyataan.
  • Use of force and vigor Ellis menyarankan penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk membantu konseli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan emosional. Konseli juga ditunjukkan caranya melakukan dialog memaksa diri dimana mereka bisa mengekspresikan keyakinan irasional dan kemudian mempertanyakan keyakinan tersebut. Konselor akan melakukan permainan peran terbalik dengan secara keras berpegang teguh pada filosofi pengalahan diri konseli. Selanjutnya konseli diminta untuk memperdebatkan dengan konselor dalam upaya untuk membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional tersebut.

Teknik-teknik Behavioristik

Dalam teknik ini konselor menggunakan prosedur behavioral standar, seperti pengkondisian operant, prinsip manajemen diri, desensitisasi sistematis, teknik relaksasi, dan permodelan.

 H. Kelemahan dan Kelebihan

Kekuatan

  1. Pendekatan ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan konseli hanya mengalami sedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi Rational Emotive Behavior Therapy.
  2. Pendekatan ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
  3. Pendekatan ini relatif singkat dan konseli dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
  4. Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk konseli dan konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
  5. Pendekatan ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
  6. Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan kecemasan

Kelemahan

  • Pendekatan ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
  • Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari keeksentrikan Ellis.
  • Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuat konselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat konseli seideal yang semestinya.
  • Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu konseli mengubah emosinya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. USA : Thomson Brooks/Cole.

Dryden, W. & Branch, R. 2008. The Fundamentals of Rational Emotive Behaviour Therapy : A Training Handbook. USA : John Wiley & Sons, Ltd.

Dryden, W. & Neenan, M. 2006. Rational Emotive Behavior Therapy : 100 Key Points & Techniques. London & New York : Routledge Taylor & Francis Group

Ellis, A. 2002. Overcoming Resistance : A Rational Emotive Behavior Therapy Integrated Approach. New York : Springer Publishing Company, LLC.

Ellis, A. & Dryden, W. 1997. The Practice of Rational Emotive Behavior Therapy. New York : Springer Publishing Company

Flanagan, S. J., & Flanagan, S. R. 2004. Counseling and Psychotherapy Theories in Context and Practice. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Froggatt, W. 2005. A Brief Introduction To Rational Emotive Behaviour Therapy. Journal of Rational-Emotive and Cognitive Behaviour Therapy, 3 (1): 1-15.

 

Leave a comment